Anti Partai Anti Kemunafikan

Monday, April 30, 2007

Menteri Agama Bangkitkan Semangat Jihad

BANDUNG RAYA
Kamis, 24 Oktober 2002
BANDUNG, (PR).-Menteri Agama Prof. Dr. K.H. Said Agil Husein Al-Munawwar memandang perlunya dibangkitkan kembali semangat jihad atau semangat kejuangan seperti yang telah diperlihatkan ulama terdahulu. Dengan semangat jihad tersebut Republik Indonesia bisa berdiri tegak dan sejajar dengan negara-negara lain yang merdeka dan berdaulat.
"Dengan nilai-nilai kejuangan atau dalam ajaran Islam disebut jihad tadi persatuan bangsa Indonesia semakin kokoh hingga mampu menangkal berbagai upaya dan tipu daya kolonialis dan imperialis yang ingin menguasai bangsa dan Tanah Air," kata Menag saat membuka Semiloka Peringatan Resolusi Jihad NU dan Peletakan Batu Pertama Madrasah Aliyah Pesantren Darul Ma'rif Desa Rahayu Kec. Margaasih Kab. Bandung, Rabu (23/10).
Dalam acara yang dihadiri Sekwilda Jabar Drs. H. Danny Setiawan, Kakanwil Depag Jabar Drs. M. Sodik, Ketua MUI Jabar K.H. Hafidz Utsman, dan Kakandepag Kab. Bandung Drs. H. Chairul Baridien, Menag mengatakan, semangat jihad masih relevan hingga harus terus dilestarikan dan diwujudkan dalam keseharian apalagi dalam situasi dan kondisi kemasyarakatan yang mengalami cobaan cukup berat. "Bangsa kita sedang mengalami cobaan yang cukup berat baik lahir maupun batin. Pada masa perjuangan dulu, para ulama kita tidak ragu-ragu lagi mengibarkan fatwa jihad hingga perlu kita hidupkan lagi semangat jihad warisan ulama terutama kalangan Nahdlatul Ulama," katanya.
Peranan ulama dalam perjuangan bangsa di mana pun dan kapan pun, lanjut Menag, tidak usah diragukan lagi karena mereka memiliki tekad dan keyakinan sangat kuat hingga kemudian ditanamkan kepada para pejuang untuk melawan penjajah. "Para ulama juga telah membina dan mengobarkan semangat kebersamaan dan persatuan sebagai bangsa. Ulama mengerahkan segala kemampuannya baik ilmu, wibawa, maupun pengaruh pribadinya untuk menggalang kebersamaan dan persatuan," timpalnya.
Sikap lain ulama yang perlu dicontoh, menurut Menag, adalah mendahulukan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi dan golongannya. "Ulama berani berkorban demi keutuhan dan kejayaan bangsa dan negara meski mereka tidak menikmati secara material hasil pengorbanannya. Ulama sudah merasa bahagia apabila generasi sesudahnya dapat menikmati udara merdeka, tidak terbelenggu kekuatan kolonialis dan imperialis," katanya.
Di samping itu, ulama juga memiliki kesadaran dan tanggung jawab tinggi sebagai pemimpin dan pengayom umat dengan membimbing, mengarahkan, dan mencerahkan masyarakat hingga terbebas dari tekanan dan penindasan siapa pun. "Ulama senantiasa tampil di depan dan melakukan tindakan semestinya untuk mengatasi permasalahan malah dalam situasi kritis mampu mengambil keputusan cepat dan tepat. Karena, dalam pikiran dan perasaan ulama tidak ada lain kecuali demi kepentingan, keselamatan, dan kelestarian bangsa dan negara," katanya.
Bukan bawa pedang
Sementara itu, Ketua Tanfidzi PWNU Jabar, K.H. Sofyan Yahya mengatakan, peringatan resolusi jihad ke-50 NU bukanlah berhubungan dengan Lasykar Jihad apalagi sampai menghidupkannya kembali. "Di saat kondisi negara yang sudah tak jelas arahnya lagi dan kehidupan masyarakat yang tidak lagi mempertimbangkan benar salah maupun halal dan haram, semangat jihad perlu dihidupkan lagi," katanya.
Menurut Kiai Sofyan, apabila negara Indonesia dikelola oleh SDM yang profesional dan memiliki ruh jihad tinggi, tidak akan merasa rendah diri apalagi sampai takut kepada negara lain. "Semangat jihad bukan diartikan dengan berjuang mengacung-acungkan pedang di pinggir jalan. Antara semangat jihad yang membela dan merusak citra Islam saat ini sulit dibedakan. Mari kita luruskan lagi ucapan Allahu Akbar bukan di dalam WC melainkan di masjid, madrasah atau pesantren," katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Menag menyerahkan bantuan sebesar Rp 25 juta untuk membangun gedung Madrasah Aliyah Pesantren Darul Ma'arif yang dilanjutkan dengan peletakan batu pertama oleh para pejabat dan ulama. "Kami menyambut baik adanya pembangunan Madrasah Aliyah Darul Ma'arif apalagi rata-rata masa pendidikan masyarakat Jawa Barat hanya 6,8 tahun atau lulusan SD," kata H. Danni Setiawan.
Dalam kesempatan itu, sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara menyerahkan guntingan koran "Resolusi Jihad NU 23 Oktober 1945" yang kemudian mengobarkan semangat perlawan termasuk Arek-Arek Suroboyo yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan. "Resolusi Jihad NU dipelopori K.H. Hasyim Asy'ari sebagai pendiri NU yang berisi seruan agar umat Islam terutama warga NU wajib, fardu ain, mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia," katanya.
Sumbang Masjid Agung
Sebelumnya, Menag menyempatkan untuk meninjau pembangunan Masjid Agung Bandung atau yang kini dikenal dengan nama Masjid Raya Bandung Jawa Barat. Peninjauan tersebut sekaligus menyerahkan bantuan sebesar Rp 100 juta untuk membantu penyelesaian pembangunan Masjid Agung.
Pada kesempatan tersebut, Menag diterima Ketua Harian Panitia Pembangunan Masjid Agung Bandung H. Uu Rukmana didampingi Ketua DKM Masjid Agung H. Tjetje Soebrata dan juga para pejabat Pemkot Bandung lainnya. Menag sempat pula melakukan peninjauan ke seluruh lokasi pembangunan termasuk rencana pengembangan pusat perniagaan Islam yang berada di sayap Masjid Agung tersebut.
Menurut Uu, pemberian bantuan dari Menag tersebut tidak ada kaitan dengan kasus-kasus lain yang bersangkutan dengan Menag seperti kasus Batutulis. "Ini merupakan rencana lama sebelum kasus Batutulis muncul dan tidak ada pengaruh apa-apa dengan adanya bantuan tersebut dengan rencana class actions dari masyarakat Sunda," ujarnya. (A-63/A-71/Han)***

Hak Cipta 2002 - Pikiran Rakyat Cyber Media-
-

No comments: